Oleh: ICMI - IKATAN CENDEKIAWAN MUSLIM SE-INDONESIA
Pondasi terpenting dalam pengajaran nilai-nilai karakter dimulai dari kehamilan sampai usia 8 tahun pertama. Kalau dulu ada keluarga besar yang saling menjaga memberikan pengayoman. Tapi kini format keluarga seperti itu sudah berubah dan mengecil seiring kesibukan masing-masing. Sehingga perlu konsep stimulasi pengganti kekayaan tersebut. Begitu saran Dewan Pakar ICMI Pusat Prof. Dr.Fasli Jalal, Ph.D. Sp.GK dalam Sidang Pleno IV: Moral Pendidikan (Sosial dan Kebudayaan) dalam Kompetisi Global, Silaknas ICMI 2011, di Kendari, Sulawesi Tenggara (10/12/11)
Rangkul KPI
“ICMI perlu mendesain apa yang masih bisa dilakukan. Sehingga kekosongan dan kekurangan bisa dikompensasi. Kalau di tempat saya ada konsep 10 keluarga saling berbincang. Kadang satu suku di rumah gadang. Mereka saling membahu. Sekarang itu yang tidak ada,” bebernya.
Selanjutnya, Fasli juga mengajak ICMI merangkul Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melakukan pendidikan literasi dan rating terhadap media-media dan program-program yang tidak mendidik karakter. “Kalau ini tiap tahun kita umumkan, paling tidak ada pressure kepada media-media yang tidak sadar mereka sudah menghancurkan apa yang sudah dimulai di rumah dan sekolah,” imbuhnya
Fungsi i-Masjid, lanjut Fasli, juga bisa dioptimalkan yaitu dengan mengintegrasikan elektronik dan digital ke seluruh masjid se-Indonesia atau paling tidak di Masjid Jami’-nya. “Kita pastikan PAUD sampai SD yang kokoh pendidikan karakternya. Satu masjid jami’ menanggung 3-4 mesjid lain. Saya cek tabungan masjid jami’ bisa membiayai untuk honor guru, dsb. Hanya kadang perspektif pengurusnya mendukung banyak ke fisik masjid. karena itu, mari kita jadikan masjid sebagai pusat pendidikan karakter, di mana keluarga-keluarga bisa diperkuat dan memperkuat keluarga yang lain. Sehingga terbangun komunitas karakter,” pungkasnya.
Sementara itu Pengurus ICMI Orwil Sulawesi Tenggara, Prof Dr. Abdullah Alhadza, MM, mengemukakan bahwa ia pernah mengajukan suatu gerakan masyarakat untuk memanfaatkan waktu belajar efektif yang ditetapkan dari pukul 18.00 hingga 19.00 sebagai jam belajar efektif. “Salahsatu implementasinya mematikan TV dan segala macam alat-alat elektronik. Ini perlu menjadi gerakan supaya seluruh masyarakat terlibat termasuk Keluarga ICMI bisa mempelopori. Hanya kendalanya kita tidak berada pada komunitas yang homogen. Sehingga perlu ada dukungan walikota.,” jelasnya.
Senada dengan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari ini, Sekretaris Dewan Pakar ICMI Pusat, Prof. Dr. Teuku Abdullah Sanny mengungkapkan, revolusi dari rumah merupakan upaya penting yang utama. “Teori apapun tentang character building, ujungnya adalah teladan orang tua. Anak kita pasti mengikuti karakter dan kelakuan kita. Tapi kita orang sibuk juga. Tidak selamanya bisa mengontrol anak,” sebutnya.
Karena itu, lanjut Sanny, perlu ada pendidikan sejak dini di luar lingkup keluarga yang mengajarkan dan melatih character building, disiplin, tepat waktu, cinta sesama, dsb. Di sini kembali peran i-Masjid menjadi penting sebagai pusat penyemaian pendidikan karakter. Sidang Pleno IV Silaknas 2011 ini dimoderatori Wakil Sekretaris Dewan Penasehat ICMI Pusat, Drs. Ahmad Zacky Siradj
Rangkul KPI
“ICMI perlu mendesain apa yang masih bisa dilakukan. Sehingga kekosongan dan kekurangan bisa dikompensasi. Kalau di tempat saya ada konsep 10 keluarga saling berbincang. Kadang satu suku di rumah gadang. Mereka saling membahu. Sekarang itu yang tidak ada,” bebernya.
Selanjutnya, Fasli juga mengajak ICMI merangkul Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melakukan pendidikan literasi dan rating terhadap media-media dan program-program yang tidak mendidik karakter. “Kalau ini tiap tahun kita umumkan, paling tidak ada pressure kepada media-media yang tidak sadar mereka sudah menghancurkan apa yang sudah dimulai di rumah dan sekolah,” imbuhnya
Fungsi i-Masjid, lanjut Fasli, juga bisa dioptimalkan yaitu dengan mengintegrasikan elektronik dan digital ke seluruh masjid se-Indonesia atau paling tidak di Masjid Jami’-nya. “Kita pastikan PAUD sampai SD yang kokoh pendidikan karakternya. Satu masjid jami’ menanggung 3-4 mesjid lain. Saya cek tabungan masjid jami’ bisa membiayai untuk honor guru, dsb. Hanya kadang perspektif pengurusnya mendukung banyak ke fisik masjid. karena itu, mari kita jadikan masjid sebagai pusat pendidikan karakter, di mana keluarga-keluarga bisa diperkuat dan memperkuat keluarga yang lain. Sehingga terbangun komunitas karakter,” pungkasnya.
Sementara itu Pengurus ICMI Orwil Sulawesi Tenggara, Prof Dr. Abdullah Alhadza, MM, mengemukakan bahwa ia pernah mengajukan suatu gerakan masyarakat untuk memanfaatkan waktu belajar efektif yang ditetapkan dari pukul 18.00 hingga 19.00 sebagai jam belajar efektif. “Salahsatu implementasinya mematikan TV dan segala macam alat-alat elektronik. Ini perlu menjadi gerakan supaya seluruh masyarakat terlibat termasuk Keluarga ICMI bisa mempelopori. Hanya kendalanya kita tidak berada pada komunitas yang homogen. Sehingga perlu ada dukungan walikota.,” jelasnya.
Senada dengan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari ini, Sekretaris Dewan Pakar ICMI Pusat, Prof. Dr. Teuku Abdullah Sanny mengungkapkan, revolusi dari rumah merupakan upaya penting yang utama. “Teori apapun tentang character building, ujungnya adalah teladan orang tua. Anak kita pasti mengikuti karakter dan kelakuan kita. Tapi kita orang sibuk juga. Tidak selamanya bisa mengontrol anak,” sebutnya.
Karena itu, lanjut Sanny, perlu ada pendidikan sejak dini di luar lingkup keluarga yang mengajarkan dan melatih character building, disiplin, tepat waktu, cinta sesama, dsb. Di sini kembali peran i-Masjid menjadi penting sebagai pusat penyemaian pendidikan karakter. Sidang Pleno IV Silaknas 2011 ini dimoderatori Wakil Sekretaris Dewan Penasehat ICMI Pusat, Drs. Ahmad Zacky Siradj
Posting Komentar