TRADISI maulud dengan mengelar bacaan shalawat nabi pada bulan Maulid atau bulan Rabiul Awal di masjid atau mushala sudah menjadi tradisi oleh kalangan jamaah nahdiyin. Maulid nabi diperingati untuk menandai hari yang diyakini sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad. Maka keseluruhan warga Nahdiyin membacakan shalawat untuk Nabi.
Hal ini sesuai firman Allah, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56).
Namun seiring perkembangan zaman tradisi tersebut semakin pudar di daerah pikiran kota Semarang. Khususnya daerah kawasan industri seperti kelurahan Banjardowo. Di masjid Arosid tadi malam digelar pembacaan shalawat, namun hanya belasan orang yang mengikutinya.
Masyarakat telah disibukan dengan kegiatan untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan dasarnya. Dari pagi hingga sore berkerja dan malamnya tidak bisa menghadiri pembacaan shalawat. Sungguh sangat ironi sekali jika tradisi tahunan tersebut semakin menyempit dan kehilangan momentum untuk penghormatan kepada Nabi.
“Masyarakat Rt 2 Rw 6 Banjardowo Genuk berjumalah lebih dari 40 kartu keluarga. Namun yang datang ke masjid hanya belasan orang jamaah dari sekitar masjid. Pad hal info sudah disebarkan dari acara pertemuan Rt, waktu selesai shalat jamaah dan jamaah tahilian”, tutur Supar selaku ketua Rt dan pemimpin bacaan shalawat.
Bershalawat menandakan kecintaan kita kepada Rasul dan salam penghormatan tentu dengan penghoramatan yang melebihi penghormatan kita kepada sesama. Tradisi tersebut perlu adanya kaderisasi bagi kalangan pemuda dan anak-anak. Sehingga pembacaan shalawat tidak mengalami kepudaran di daerah pinggiran kota.
“Sebenarnya masyarakat paham betul keutamaan bacaan shalawat dan jamaah di Masjid. Oleh sebab mereka telah disibukan dengan dunia kerjanya, sehingga mengalami kecapekan untuk hadir di masjid tentu sifat malas melingkupinya”, kata Supardi.
Posting Komentar